Kab.Semarang|Semarjoglo.com-Sejumlah aktivis Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Semarang menyoroti masifnya konversi lahan pertanian produktif untuk perumahan dan industri. Mereka minta agar instansi pemerintah menyetop alih fungsi sawah produktif demi menjaga surplus padi dan mewujudkan swasembada pangan.
Ketua DPW Sapu Jagad Jawa Tengah Prabu Galuh Susilo Haryadi mengatakan alih fungsi lahan pertanian produktif di Kabupaten Semarang menjadi area restoran,ruko dan perumahan marak terjadi selama beberapa tahun ini. Hal ini kontradiktif dengan kebijakan pemerintah pusat yang berupaya mewujudkan swasembada pangan.
“Semestinya pembangunan pembangunan tersebut bisa memanfaatkan lahan tidur yang tersebar di setiap daerah. Bukan justru melakukan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi perumahan atau industri,” kata dia, saat berbincang dengan awak media,Sabtu (24/8/2024).
Prabu,sapaan akrabnya, khawatir bila alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi bangunan permanen dibiarkan maka Kabupaten Semarang tak mampu menjadi daerah lumbung padi. Alih fungsi lahan pertanian, lanjut Prabu, tak hanya terjadi di wilayah perkotaan melainkan perdesaan.
Karena itu, Prabu meminta agar Pemkab Semarang dan DPRD Kabupaten Semarang mencermati dan meneliti apakah lokasi pembangunan perumahan di lahan pertanian produktif atau tidak. “Kalau bisa distop dahulu untuk penerbitan izin pembangunan perumahan di lahan pertanian. Saya beri contoh, lahan pertanian di wilayah Kalitorong Jalan Raya Ambarawa Banyubiru Lingkungan Cerebonan Kelurahan Banyubiru Kecamatan Banyubiru banyak yang beralih fungsi menjadi Ruko,Restoran dan Perumahan,” ujar dia.
Senada itu Prabu mengatakan para anggota legislatif harus melakukan kajian ulang terkait regulasi yang mengatur pemanfaatan lahan pertanian produktif. Pertanian menjadi sektor strategis dan vital yang harus diperhatikan serius oleh para pemangku kepentingan.
Apabila lahan pertanian produktif semakin berkurang maka otomatis cita-cita menuju swasembada pangan bakal pupus. “Implikasinya, pemerintah pusat harus melakukan impor beras dari negara lain. Dengan harga beras di pasaran yang tak terjangkau masyarakat menengah ke bawah. Imbasnya, banyak masyarakat yang terancam kelaparan karena tak kuat membeli beras dan bahan pangan,” ujar dia.
Sementara saat tim dilapangan berbincang dengan operator Excavator yang bernama Nawar mengatakan bahwa lahan yang dia kerjakan milik salah satu anggota aparat penegak hukum ber inisial GTT.
(Umar)